Senin, 12 Desember 2011

Pemberkasan Pemutihan STR

Sukoharjo, 10 Desember 2011
No : 017/U/PPNI_SKH/XII/2011
Lamp. : -
Perihal : Pemberkasan Pemutihan STR

Kepada : Yth. Bapak/Ibu
1. Ketua Komisariat PPNI se-Kab Sukoharjo
2. Direktur RS se-Kab Sukoharjo
3. Direktur/Kaprodi Keperawatan se-Kab Sukoharjo
4. Kepala Puskesmas se-Kab Sukoharjo
5. Pimpinan BP/Klinik se-Kab Sukoharjo
di tempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan adanya pemberlakuan PMK RI No. 1796/Menkes/Per/VIII/ 2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan memperhatikan hasil rapat koordinasi PPNI Provinsi Jawa Tengah dan MTKP Provinsi Jawa Tengah pada hari Jumat tanggal 9 Desember 2011 maka perlu kami sampaikan hal-hal sebagai berikut :
A. Klasifikasi
1. Perawat lama yang memiliki SIP dan/atau Sertifikat Uji Kompetensi dan/atau STRS, dengan jenjang pendidikan :
a. SPK
b. D3 Keperawatan
c. S1 Keperawatan Ners
d. S2 Keperawatan/Spesialis
e. S1 Keperawatan basic SPK dan D3, tanpa Ners cukup melampirkan ijazah SPK atau D3-nya
diusulkan pemutihan STR tanpa ujian,
2. Lulusan tahun 2011 jenjang D3 Keperawatan dan Ners serta perawat lama yang belum pernah memiliki SIP/STR tetap uji kompetensi dengan metode PBT (Paper Based Test) untuk mendapat SUK (Sertifikat Uji Kompetensi).

B. Tekhnis
1. Pelaksanaan pemutihan difasilitasi oleh MTKP melalui PPNI Jawa Tengah
2. Biaya pengurusan pemutihan disepakati Rp. 100.000,-
3. Untuk uji PBT dilaksanakan tanggal 24 Desember 2011 (fresh graduate D3 dan Ners serta perawat lama), biaya ujian  Rp 150.000,- sedangkan tempat ujian diinfokan menyusul.

C. Persyaratan :
1. Surat permohonan (dicantumkan alamat rumah, alamat kantor, no telp dan email)
2. Ijazah terakhir dilegalisir, bagi perawat jenjang pendidikan :
Bila institusi pendidikan telah tutup atau jaraknya jauh, legalisir oleh pimpinan instansi tempat bekerja.
3. FC Sertifikat Uji Kompetensi (2 lb) dan/atau FC SIP lama (2 lb)
4. FC KTP (2 lb)
5. Foto 3x4 (4 lembar), 4x6 (4 lembar) (berjas PPNI, berlatar belakang merah)
6. Surat Keterangan Sehat
7. Surat rekomendasi PPNI Kabupaten
8. Surat pernyataan patuh etik profesi
9. Dimasukkan Map merah
10. Biaya Rp. 100.000,-
11. Dikumpulkan selambatnya 20 Desember 2011 dimasing-masing komisariat untuk disetor ke sekretariat PPNI Kabupaten Sukoharjo

D. Catatan :
1. Diharapkan semua perawat di Sukoharjo dapat mengikuti program pemutihan ini (baik yang belum memiliki SIP, SUK, telah habis masa berlakunya, atau habis 2014-2015 dan bekerja di tatanan layanan klinik maupun di pendidikan).
2. STRS terbit tahun 2011 merupakan produk antara dari Permenkes 161/2010 dan Permenkes 1796/2011 dan hanya berlaku 1 tahun, sehingga tetap HARUS diperbaharui.
3. Proses pemutihan hanya dilaksanakan sampai tanggal 31 Desember 2011, sehingga setelah itu akan diberlakukan pelaksanaan PMK ini secara mutlak.
4. STR yang akan diterbitkan berlaku selama 5 (lima) tahun sesuai tanggal lahir.

Mengingat pentingnya informasi diatas, maka kami mohon kiranya Bapak/Ibu berkenan menyampaikannya kepada seluruh perawat/alumni di institusi yang Bapak/Ibu pimpin untuk ditindaklanjuti.
Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu kami ucapkan terima kasih.


Hormat Kami,
Ketua PPNI Kabupaten Sukoharjo



MARDIYO, SKM

Jumat, 25 November 2011

Rekomendasi Munas PPNI 2010

A. PENGESAHAN UU KEPERAWATAN
1. Percepatan pengesahan UU keperawatan (target waktu th 2011)
2. PPNI melakukan gerakan percepatan pengesahan RUU keperawatan dgn gerakan People Power secara simpatik
3. PPNI membentuk tim khusus utk mengawal suksesnya pengesahan UU Keperawatan



B. AREA PENDIDIKAN
1. SMK Kesehatan Jurusan Keperawatan :
a. PPNI MENOLAK lulusan SMK Kesehatan disebut perawat dan juga sebagai anggota PPNI
b. Anggota PPNI dilarang terlibat dalam proses pendidikan tsb
c. Pendekatan ke DIKDASMEN agar nomenklatur Keperawatan dihilangkan pada SMK Kesehatan

2. D IV keperawatan
a. Jenjang D IV Keperawatan dalam proses transisi, masa transisi untuk penyelengaraan D IV paling lambat 2012 ditutup
b. Dibuat Sistem Jenjang Pendidikan ke Spesialis keperawatan melalui jenjang pendidikan Ners

3. Program Ners:
a. Mengusulkan ke MENPAN dan BKN agar Lulusan ners diakui dengan jenjang kepangkatan pertama gol III b
b. Ijin Pendidikan S1 Kep dan Ners dijadikan satu agar memenuhi standar profesi
c. Mengusulkan adanya program PTT tenaga perawat
d. PPNI melalui kolegium Ners menetapkan Standar Kompetensi Ners
e. PPNI perlu melakukan advokasi adanya Rumah Sakit Pendidikan Keperawatan
f. PPNI melakukan advokasi kepada Kementerian Pendidikan Nasional tentang sebutan dan gelar lulusan pendidikan keperawatan
g. Semua institusi pendidikan harus mengikuti aturan dalam penulisan gelar agar mengacu ketentuan aturan Kementrian Pendidikan Nasional
h. Pemberdayaan PPNI di wilayah masing-masing dalam pengawalan program pendidikan keperawatan dapat lebih konsisten terhadap kesepakatan yang telah
dihasilkan
i. PPNI tidak menyetujui program pendidikan keperawatan kelas jauh pada semua level



C. AREA PELAYANAN
1. PPNI perlu membuat surat Himbauan Untuk Standar gaji Perawat dan sistem remunerasi (baik financial maupun non financial; jaminan kesehatan, tunjangan
resiko kerja)
2. PPNI melakukan koordinasi kepada MENPAN dan BKN utk Usia Pensiun perawat 60 thn sesuai dgn aturan BKN Nomor 32 th 1987 tentang usia pensiun tenaga
kesehatan
3. PPNI membuat surat rekomendasi kepada Kementrian Kesehatan agar diberikan perlindungan kepada perawat yang melakukan pelayanan medis dasar di daerah
terpencil dan tidak ada tenaga medis melalui penerbitan Surat Keputusan tentang pendelegasian kepada Perawat.
4. PPNI berkoordinasi dengan PERSI dan ARSADA untuk pemberlakuan jenjang karier professional perawat diseluruh sarana pelayanan kesehatan.
5. PPNI harus menindaklajuti Judicial Review UU No 36 th2009 tentang kesehatan , psl 108 dan psl 190
6. PPNI melakukan advokasi pengakuan tunjangan profesi perawat sesuai jenjang karir professional perawat
7. PPNI harus meng -advokasi Kementrian Kesehatan untuk memberdayakan secara aktif perawat dalam seluruh program pembangunan kesehatan.
8. PPNI harus melanjutkan advokasi pada Kemenkes untuk memasukan program perkesmas dalam program wajib Puskesmas



D. UJI KOMPETENSI
1. Uji kompetensi dilaksanakan oleh KNUKP dan pelaksanaaanya diatur oleh aturan KNUKP dengan melibatkan kolegium
2. PPNI perlu menyelenggarakan Pelatihan Assesor Uji Kompetensi untuk work place assessment (WPA)
3. Perlu dikembangkan ukuran-ukuran / standar pd uji kompetensi entry level competency dan WPA
4. Perlu harmonisasi peran KNUKP dengan MTKI dan MTKP



E. LAIN-LAIN
1. PPNI agar membuat gerakan nasional dukungan penyelesaian kasus “Pak MISRAN” di Kaltim
2. Perlunya penataan aset-aset organisasi PPNI baik dipusat maupun di daerah sesuai dengan aturan yang berlaku



Ditetapkan di : Balikpapan
Pada Tanggal : 29 Mei 2010

Kamis, 20 Oktober 2011

Permenkes RI No. 1796 tahun 2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1796/MENKES/PER/VIII/2011
TENTANG
REGISTRASI TENAGA KESEHATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 23 ayat (5) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan, dan dalam
rangka pemberian izin, perlu mengatur registrasi tenaga kesehatan;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Registrasi Tenaga Kesehatan;

Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3637);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementerian Kesehatan;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG REGISTRASI TENAGA KESEHATAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
3. Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar
profesi.
4. Sertifikat kompetensi adalah surat tanda pengakuan terhadap
kompetensi seseorang tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan
praktik dan/atau pekerjaan profesinya di seluruh Indonesia setelah
lulus uji kompetensi.
5. Registrasi adalah pencatatan resmi terhadap tenaga kesehatan yangtelah memiliki sertifikat kompetensi dan telah mempunyai kualifikasi
tertentu lainnya serta diakui secara hukum untuk menjalankan
praktik dan/atau pekerjaan profesinya.
6. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah kepada tenaga kesehatan
yang telah memiliki sertifikat kompetensi.
7. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia yang selanjutnya disingkat MTKI
adalah lembaga yang berfungsi untuk menjamin mutu tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan.
8. Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi yang selanjutnya disingkat MTKP
adalah lembaga yang membantu pelaksanaan tugas MTKI.
9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan.
10. Kepala Badan adalah Kepala Badan pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang pengembangan dan
pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan.

BAB II
PELAKSANAAN REGISTRASI

Pasal 2
(1) Setiap tenaga kesehatan yang akan menjalankan pekerjaannya wajib
memiliki STR.
(2) Untuk memperoleh STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tenaga
kesehatan harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi.
(3) Ijazah dan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan kepada peserta didik setelah dinyatakan lulus ujian
program pendidikan dan uji kompetensi.

Pasal 3
(1) Ijazah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dikeluarkan
oleh perguruan tinggi bidang kesehatan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2)dikeluarkan oleh MTKI.

Pasal 4
(1) Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang setiap 5 (lima) tahun.
(2) Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka
waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal kelahiran tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
(3) Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh
STR.

Pasal 5
(1) Sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat
diperpanjang melalui partisipasi tenaga kesehatan dalam kegiatan
pendidikan dan/atau pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai
dengan bidang tugasnya atau profesinya.
(2) Partisipasi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat digunakan sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan
Satuan Kredit Profesi.
(3) Perolehan Satuan Kredit Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mencapai minimal 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit Profesi
selama 5 (lima) tahun.
(4) Jumlah Satuan Kredit Profesi dari setiap kegiatan pendidikan
dan/atau pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk setiap kegiatan ditentukan oleh
Organisasi Profesi.
(5) Organisasi Profesi dalam menentukan jumlah Satuan Kredit Profesi
berdasarkan:
a. materi dalam kegiatan tersebut;
b. penyaji materi/narasumber;
c. tingkat kegiatan lokal/nasional/internasional;
d. jumlah jam/hari kegiatan; dan
e. peran kepesertaan (peserta/moderator/penyaji).

Pasal 6
(1) Pelaksanaan uji kompetensi dilakukan oleh perguruan tinggi bidang
kesehatan yang telah terakreditasi dari badan yang berwenang,
bersamaan dengan pelaksanaan ujian akhir.
(2) Perguruan tinggi bidang kesehatan melaporkan akan dilakukannya
uji kompetensi kepada MTKI melalui MTKP sekurang-kurangnya 2
(dua) bulan sebelum dilakukan uji kompetensi.
(3) MTKI setelah menerima laporan dari perguruan tinggi bidang
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyiapkan soal uji
kompetensi, dan pengawas.

Pasal 7
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji kompetensi bagi peserta didik pada
perguruan tinggi bidang kesehatan diatur oleh Menteri dan Menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan nasional.

Pasal 8
(1) Setelah uji kompetensi dilakukan, perguruan tinggi bidang kesehatan
melaporkan kepada MTKI melalui MTKP tentang peserta didik yang
dinyatakan lulus.
(2) MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mempersiapkan sertifikat kompetensi.
(3) Sertifikat kompetensi diberikan MTKI kepada peserta didik pada
waktu pengambilan sumpah.
(4) Format Sertifikat Kompetensi sebagaimana tercantum dalam
Formulir I terlampir.

Pasal 9
(1) MTKI setelah menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
8 ayat (1), selain mempersiapkan sertifikat kompetensi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) juga mempersiapkan STR.
(2) STR diberikan MTKI kepada peserta didik yang dinyatakan lulus
bersamaan dengan pemberian sertifikat kompetensi.
(3) STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku secara nasional.(4) Masa berlaku STR sepanjang masa berlakunya sertifikat kompetensi.
(5) Format STR sebagaimana tercantum dalam Formulir II terlampir.

Pasal 10
(1) MTKI harus membuat pembukuan terhadap setiap STR yang
dikeluarkan.
(2) Pembukuan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Menteri melalui Kepala Badan.

Pasal 11
Tenaga Kesehatan Warga Negara Asing atau Tenaga Kesehatan Warga
Negara Indonesia Lulusan Luar Negeri untuk dapat melakukan
pekerjaan/praktik di Indonesia harus memenuhi ketentuan mengenai
sertifikat kompetensi dan STR.

Pasal 12
Sertifikat kompetensi dan STR tidak berlaku apabila:
a. masa berlaku habis;
b. dicabut atas dasar peraturan perundang-undangan;
c. atas permintaan yang bersangkutan; atau
d. yang bersangkutan meninggal dunia.

Pasal 13
(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan uji kompetensi,
sertifikasi, dan registrasi sebagaimana dimaksud dalam Bab ini
diatur dalam Pedoman yang dikeluarkan oleh MTKI.
(2) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dengan
terlebih dahulu mendapat masukan dari lembaga yang mempunyai
tugas untuk mengembangkan uji kompetensi pada Kementerian
Pendidikan Nasional, Badan Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan, organisasi
profesi, dan asosiasi/forum institusi pendidikan tenaga kesehatan.

BAB III
MTKI
Bagian Kesatu
Umum

Pasal 14
Untuk melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan
dibentuk MTKI.

Pasal 15
(1) MTKI dibentuk dan diangkat oleh Menteri.
(2) MTKI dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada
Menteri.

Pasal 16
MTKI berkedudukan di Ibukota Negara Republik Indonesia.

Bagian Kedua
Tugas, Fungsi dan Wewenang

Pasal 17
MTKI mempunyai tugas membantu Menteri dalam penyusunan kebijakan,
strategi, dan penatalaksanaan sertifikasi dan registrasi tenaga kesehatan
yang menjalankan praktik atau pekerjaannya dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.
Pasal 18
MTKI dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,
mempunyai fungsi:
a. uji kompetensi bagi tenaga kesehatan;
b. pemberian STR; dan
c. pembinaan penyelenggaraan praktik atau pekerjaan yang dilakukanoleh tenaga kesehatan.

Pasal 19
Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, MTKI
mempunyai wewenang:
a. menyusun materi uji kompetensi;
b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. menyusun pedoman uji kompetensi;
e. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
f. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
g. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
h. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
i. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
j. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
k. melakukan sosialisasi mengenai STR;
l. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan atau
praktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
m. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait dalam
rangka uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi bagi tenaga
kesehatan; dan
n. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan
tindakan administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak menjalankan
praktik atau pekerjaannya sesuai ketentuan.

Pasal 20
(1) Divisi Profesi mempunyai tugas:
a. menyusun materi uji kompetensi;
b. mengelola bank soal uji kompetensi;
c. menetapkan penguji/asesor;
d. melakukan koordinasi pelaksanaan uji kompetensi;
e. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait
dalam rangka uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi
bagi tenaga kesehatan; dan
f. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan
tindakan administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak
menjalankan praktik atau pekerjaannya sesuai ketentuan.

(2) Divisi Standarisasi mempunyai tugas:
a. menyusun pedoman uji kompetensi;
b. menerbitkan dan mencabut sertifikat kompetensi;
c. melaksanakan pemberian dan pencabutan STR;
d. melakukan pencatatan terhadap sertifikat kompetensi dan STR;
e. melakukan kaji banding mutu tenaga kesehatan;
f. melakukan sosialisasi mengenai STR;
g. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait
dalam rangka uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi
bagi tenaga kesehatan; dan
h. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan
tindakan administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak
menjalankan praktik atau pekerjaannya sesuai ketentuan.

(3) Divisi Evaluasi mempunyai tugas:
a. melakukan sosialisasi mengenai uji kompetensi;
b. melakukan pembinaan bersama terhadap pelaksanaan pekerjaan
atau praktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatan;
c. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait
dalam rangka uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi
bagi tenaga kesehatan; dan
d. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan
tindakan administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak
menjalankan praktik atau pekerjaannya sesuai ketentuan.

(4) Komite Disiplin Tenaga Kesehatan mempunyai tugas:
a. meneliti dan menentukan ada atau tidak adanya kesalahan atau
kelalaian dalam menerapkan standar profesi yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan;
b. memanggil atau meminta keterangan dari tenaga kesehatan yang
diadukan, penerima pelayanan kesehatan yang merasa dirugikan,
dan saksi;
c. melakukan pemeriksaan di lapangan atau hal lain yang dianggap
perlu;
d. melakukan kerjasama dengan pemangku kepentingan terkait
dalam rangka uji kompetensi, sertifikasi, registrasi dan lisensi
bagi tenaga kesehatan; dan
e. melakukan penilaian terhadap kemampuan tenaga kesehatan dan
tindakan administratif bagi tenaga kesehatan yang tidak
menjalankan praktik atau pekerjaannya sesuai ketentuan.

Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi dan wewenang MTKI diatur
dengan Pedoman yang dikeluarkan oleh MTKI.

Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan

Pasal 22
(1) Susunan organisasi MTKI terdiri atas:
a. ketua;
b. ketua-ketua divisi;
c. ketua komite; dan
d. anggota.
(2) Divisi dalam MTKI terdiri dari:
a. divisi profesi;
b. divisi standardisasi; dan
c. divisi evaluasi.
(3) Komite dalam MTKI terdiri dari:
a. komite disiplin tenaga kesehatan; dan
b. komite lain yang dianggap perlu yang dibentuk secara ad hoc.

Pasal 23
Pimpinan MTKI terdiri atas seorang ketua dan 3 (tiga) orang ketua divisi
yang merangkap anggota dilaksanakan secara kolektif.

Pasal 24
(1) Jumlah anggota MTKI sekurang-kurangnya 23 (dua puluh tiga)
orang.
(2) Anggota MTKI terdiri atas unsur-unsur yang berasal dari:
a. Kementerian Kesehatan sebanyak 4 (empat) orang;
b. perwakilan organisasi profesi masing-masing sebanyak 1 (satu)
orang; dan
c. perwakilan unsur pendidikan sebanyak 1 (satu) orang.
(3) Tata cara pengusulan anggota MTKI:a. yang berasal dari Kementerian Kesehatan diusulkan oleh Kepala
Badan;
b. yang berasal dari organisasi profesi diusulkan oleh Ketua
Pengurus Pusat Organisasi Profesi yang bersangkutan; dan
c. yang berasal dari unsur pendidikan diusulkan oleh Kepala Badan.
(4) Kepala Badan dan Pengurus Pusat Organisasi Profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dalam mengusulkan calon anggota MTKI
sekurang-kurangnya berjumlah 2 (dua) kali dari jumlah yang akan
ditetapkan.
(5) Penetapan dan pengangkatan anggota serta susunan keanggotaan
MTKI ditetapkan oleh Menteri.
(6) Ketua MTKI dan Divisi dijabat oleh salah satu wakil dari Kementerian
Kesehatan.

Pasal 25
(1) Anggota MTKI mengucapkan sumpah dihadapan Menteri.
(2) Sumpah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut:
“Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya
untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung,
dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak
memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun
juga.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu pengetahuan dan
mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan tenaga
kesehatan.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia dan taat kepada
dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai
dasar negara, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi
Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankantugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh seksama,
obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku,
agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan
kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan
negara.
Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau
tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan
siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya ″.

Pasal 26
Masa bakti keanggotaan MTKI adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Pasal 27
Untuk dapat diangkat sebagai anggota MTKI, yang bersangkutan harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. warga Negara Republik Indonesia;
b. mempunyai STR bagi anggota yang mewakili profesi;
c. surat penunjukan dari organisasi profesi bagi anggota yang mewakili
profesi;
d. memiliki dedikasi yang tinggi terhadap mutu pelayanan kesehatan;
e. surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin praktik;
dan
f. memiliki pengalaman bekerja sesuai profesinya minimal selama 10
(sepuluh) tahun.

Pasal 28
(1) Anggota MTKI berhenti atau diberhentikan karena:
a. berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. meninggal dunia;
d. bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia;e. tidak mampu melaksanakan tugas secara terus menerus selama 3
(tiga) bulan; atau
f. dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap.
(2) Dalam hal anggota MTKI menjadi tersangka tindak pidana kejahatan,
diberhentikan sementara dari jabatannya.
(3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Ketua MTKI.
(4) Pengusulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan oleh Ketua MTKI kepada Menteri.

Pasal 29
(1) Dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya MTKI dibantu
oleh Sekretariat yang dipimpin oleh seorang Sekretaris.
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri.
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan anggota
MTKI.
(4) Dalam menjalankan tugasnya, sekretaris bertanggung jawab kepada
Ketua MTKI.
(5) Dalam menjalankan tugasnya, Sekretaris dibantu oleh unit kerja
pada Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Kementerian Kesehatan yang mempunyai tugas,
pokok dan fungsi di bidang umum dan bidang sertifikasi dan
registrasi.

Pasal 30
(1) Ketentuan fungsi dan tugas sekretariat MTKI ditetapkan oleh Ketua
MTKI.
(2) Pegawai pada sekretariat MTKI tunduk pada peraturan perundangundanganmengenai kepegawaian.

Pasal 31
(1) MTKI dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh MTKP yang
berkedudukan di Ibukota Provinsi.
(2) MTKP dibentuk dan diangkat oleh MTKI dengan pertimbangan Kepala
Badan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, organisasi, dan keanggotaan
MTKP diatur dengan Pedoman yang dikeluarkan MTKI.

BAB IV
PENDANAAN

Pasal 32
Pendanaan kegiatan MTKI dan MTKP dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) Provinsi, dan/atau peran serta masyarakat sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 33
(1) Pemerintah, pemerintah daerah, MTKI, MTKP dan organisasi profesi
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan
praktik/pekerjaan yang dilakukan tenaga kesehatan sesuai dengan
bidang tugasnya.
(2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan tenagakesehatan;
b. melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan tenaga
kesehatan; dan
c. memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan tenaga
kesehatan.

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 34
(1) Tenaga kesehatan yang telah memiliki surat izin/STR dan/atau surat
izin kerja/surat izin praktik berdasarkan peraturan perundangundangan
yang ada dinyatakan telah memiliki STR sampai dengan
masa berlakunya berakhir.
(2) Tenaga kesehatan yang memiliki surat izin/STR dan/atau surat izin
kerja/surat izin praktik yang masa berlakunya berakhir paling lama
5 (lima) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, kepadanya
dapat diberikan perpanjangan STR.
(3) Tenaga kesehatan yang pada saat berlakunya Peraturan Menteri ini
belum diatur ketentuan mengenai STR dan/atau surat izin
kerja/surat izin praktiknya, kepadanya diberikan STR berdasarkan
Peraturan Menteri ini.
(4) Tenaga Kesehatan yang belum memiliki surat izin/STR dan/atau
surat izin kerja/surat izin praktik yang telah lulus ujian program
pendidikan sebelum Tahun 2012, kepadanya diberikan STR
berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(5) Permohonan STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini dapat
dilakukan secara kolektif melalui organisasi profesi, institusi
pendidikan dan/atau fasilitas pelayanan kesehatan dimana tenaga
kesehatan melakukan pekerjaan/praktiknya.

Pasal 35
Masa berlaku STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 diberikan
selama 5 (lima) tahun berdasarkan tanggal kelahiran tenaga kesehatan
yang bersangkutan.

Pasal 36
(1) Keanggotaan MTKI yang untuk pertama kali diangkat dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 221/Menkes/SK/II/2011
tanggal 1 Februari 2011 tetap menjadi anggota MTKI berdasarkan
Peraturan Menteri ini dengan masa bakti diubah menjadi 5 (lima)
tahun sehingga berakhir pada Tahun 2016.
(2) Keanggotaan MTKP yang dibentuk berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi
Tenaga Kesehatan tetap menjadi anggota MTKP berdasarkan
Peraturan Menteri ini dengan masa bakti 5 (lima) tahun sejak
ditetapkannya.
(3) MTKP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat melaksanakan
tugas uji kompetensi apabila perguruan tinggi bidang kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) belum dapat
melaksanakan uji kompetensi tersebut.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 37
Ketentuan registrasi tenaga kesehatan dalam Peraturan Menteri ini tidak
berlaku bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian.

Pasal 38
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, maka:
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan; dan
2. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1134/Menkes/SK/VIII/2010
tentang Keanggotaan, Organisasi dan Tata Kerja Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 39
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara
Republik Indonesia.


Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Agustus 2011
MENTERI KESEHATAN,
ttd
ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 30 September 2011
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd
PATRIALIS AKBAR
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR

Kamis, 13 Oktober 2011

PROPOSAL
PEMBELIAN TANAH SEKRETARIAT PPNI
KABUPATEN SUKOHARJO


PENDAHULUAN
Dewasa ini perkembangan pelayanan keperawatan sangat signifikan. Berbagai aturan telah membawa profesi perawat ke dalam suatu dinamika yang selalu berubah dan bergerak ke arah perbaikan. Perkembangan ini tidak lepas dari peran organisasi profesi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) yang senantiasa berkiprah mengawal kemajuan profesi perawat. Namun keberadaan PPNI sejak hadir di kota Sukoharjo selalu berada di dalam gedung pemerintahan (hanya mendompleng) terutama di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo atau RSUD Kabupaten Sukoharjo. Dengan demikian eksistensi profesi perawat belum telalu terasa manfaatnya baik untuk anggota maupun masyarakat umum.
Menyikapi permasalahan tersebut, pengurus PPNI Kabupaten Sukoharjo masa bhakti 2010-2014, memiliki keinginan untuk membangun sebuah gedung secretariat. Keinginan ini telah diutarakan kepada para ketua komisariat PPNI se-Kabupaten Sukoharjo dan segenap jajaran pengurus melalui beberapa tahap sosialisasi. Dan akhirnya disepakati secara bulat untuk mendukung program ini. Selanjutnya akan diawali dengan pembelian tanah untuk lokasi pembangunan gedung secretariat PPNI Kabupaten Sukoharjo.
Menindaklanjuti hal tersebut, dibentuklah panitia pembelian yang bertugas mengurus segala macam kegiatan terkait pembelian tanah secretariat. Panitia telah melaksanakan tugas dengan melakukan survey ke beberapa lokasi yang dipandang memungkinkan dan representative untuk didirikan sebuah gedung secretariat.

TUJUAN
Tujuan dari kegiatan ini adalah terbelinya sebidang tanah untuk pembangunan gedung secretariat PPNI Kabupaten Sukoharjo

SASARAN
Sasaran dari kegiatan ini adalah :
1. Seluruh Pengurus PPNI Kabupaten Sukoharjo
2. Seluruh Dewan Pertimbangan PPNI Kabupaten Sukoharjo
3. Seluruh Anggota PPNI Kabupaten Sukoharjo
4. Seluruh Instansi Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Sukoharjo
5. Seluruh Instansi Pendidikan Keperawatan di Kabupaten Sukoharjo
6. Donatur dan dermawan yang tidak mengikat dalam bentuk apapun.

LOKASI
Lokasi target tanah yang akan dibeli adalah sebidang tanah seluas 300m2, yang berada di Jl Abu Tholib dusun Walang, Jombor, Bendosari Sukoharjo (selatan kompleks Kantor Pemda Kabupaten Sukoharjo/ depan kantor PDAM Sukoharjo).

ESTIMASI ANGGARAN
1. Harga tanah Rp 375.000,- x 300 m2 = Rp 112.500.000,-
2. Biaya baik nama                                = Rp 5.000.000,-
3. Biaya pondasi batas tanah                  = Rp. 25.000.000,-


MEKANISME PENGADAAN
Pengadaan tanah tersebut direncanakan melalui beberapa tahapan :
1. Panitia akan menghimpun dana talangan dari para sesepuh PPNI Kabupaten Sukoharjo sehingga terkumpul dana yang diperlukan dan dilakukan pembayaran tanah secara tunai.
2. Selanjutnya melalui seksi dana yang terdiri dari para ketua komisariat, akan mengumpulkan iuran wajib minimal Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah)/anggota untuk melunasi dana talangan dari para sesepuh PPNI Kabupaten Sukoharjo.
3. Selain itu seksi dana akan menggalang dana dari donator dan dermawan yang sah secara hokum dan tidak mengikat keberadaan PPNI secara politik maupun ikatan-ikatan lainnya.

PENGUMPULAN DANA
Dana iuran maupun sumbangan dan dana talangan akan dimasukkan ke rekening Panitia Pengadaan Tanah Sekretariat di rekening :
Bank Jateng Capem RSUD Kabupaten Sukoharjo
No. Rekening : 2-030-08768-5
Atas nama : Panitia Pengadaan Tanah Sekretariat PPNI

DAFTAR PANITIA
(Terlampir)

PANITIA PENGADAAN TANAH SEKRETARIAT
PPNI KABUPATEN SUKOHARJO

                                              KETUA,                                       SEKRETARIS,



                                       ROMANUS BENY, SKM       AGUS SETYAWAN, SKp

Mengetahui,
Ketua PPNI Kabupaten Sukoharjo



MARDIYO, SKM

Minggu, 15 Mei 2011

Program Kerja PPNI Kabupaten Sukoharjo Tahun 2011-2015

PROGRAM KERJA PPNI KABUPATEN SUKOHARJO
MASA BHAKTI 2011-2015

Program Kerja disusun berdasarkan hasil sidang komisi-komisi yang dilaksanakan saat Musyawarah Kabupaten PPNI Kabupaten Sukoharjo VIII tahun 2011 pada hari Sabtu tanggal 9 April 2011, dan telah diolah oleh tim perumus yang juga telah ditetapkan pada Muskab tersebut.

I. BIDANG ORGANISASI, HUKUM DAN PEMBERDAYAAN POLITIK
A. Pembinaan Organisasi
1. Penguatan pelaksanaan system informasi manajemen keanggotaan secara komputerisasi
a. Mengidentifikasi berbagai permasalahan dan kendala pelaksanaan SIM-K dengan metode komputerisasi dan mengembangkan berbagai solusi terhadap masalah yang ditemukan
b. Mengoptimalkan penggunaan web PPNI Jawa Tengah (www.ppni-jateng.com) dan weblog PPNI Kabupaten Sukoharjo (www.ppnikabsukoharjo.blogspot.com) sebagai sarana komunikasi dan sosialisasi program-program dan kegiatan PPNI Kabupaten.
2. Pembinaan
a. Meningkatkan konsolidasi dan koordinasi kepengurusan PPNI
b. Mengembangkan system pembinaan anggota dan model kaderisasi
c. Mengelola bentuk-bentuk pembinaan dan kaderisasi untuk anggota lama, anggota baru dan mahasiswa dari tingkat komisariat.
d. Pembinaan intern pengurus Kabupaten dan Komisariat dilaksanakan minimal 1 bulan sekali, meningkatkan komunikasi/koordinasi antara pengurus kabupaten dengan komisariat.
e. Mengoptimalkan kinerja pengurus dan kesekretariatan PPNI Kabupaten Sukoharjo
f. Memberikan penghargaan kepada anggota yang mempunyai dedikasi dan prestasi
g. Memberikan pembinaan atau sanksi kepada anggota yang melakukan kesalahan dan mencemarkan nama baik profesi.
h. Menyelenggarakan peringatan hari jadi PPNI tiap tanggal 17 Maret
i. Mendukung anggota yang potensial untuk menduduki posisi strategis pada lembaga pemerintahan yudikatif dan legislative.
3. Penataan Badan Kelengkapan PPNI
a. Tersusun buku pedoman jobs description tata pamong pengurus PPNI Kabupaten.
b. Setiap anggota PPNI wajib memiliki Kartu Tanda Anggota (KTA) diterbitkan oleh pengurus melalui SIM-K.
c. Menata dan mengkoodinasikan badan kelengkapan PPNI di tingkat Kabupaten/Wilayah : Ikatan, Himpunan dan Kolegium

B. Perlindungan Hukum dan Pengelolaan Hubungan Masyarakat
1. Melaksanakan dan mensosialisasikan UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, Permenkes No. 148/tahun 2010 tentang Praktek Keperawatan dan Permenkes No. 161/tahun 2010 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan serta Standar Profesi Keperawatan di tingkat Kabupaten/Kota.
2. Berpartisipasi dalam kegiatan pengesahan RUU Praktek Keperawatan
3. Memfasilitasi perlindungan hukum ke tingkat provinsi bagi anggota yang mengalami masalah hukum.
4. Melakukan pemberdayaan politik melalui sosialisasi tentang aspek hokum dan politik serta pemetaan anggota yang potensial untuk menduduki posisi strategis pada lembaga pemerintahan atau legislative.

II. BIDANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
A. Melakukan advokasi peningkatan mutu akademik institusi Pendidikan Keperawatan (Kualitas Dosen, Clinical Instructor di lahan praktek, ketersediaan sarana dan prasarana, pendukung pendidikan serta mutu pendidikan
B. Membangun kemitraan dan jejaring dengan institusi pendidikan dalam pengembangan penelitian, pengabdian masyarakat professional perawat dan publikasi serta memfasilitasi untuk melakukan penelitian kerja sama dengan institusi terkait.
C. Melakukan sinkronisasi dan harmonisasi kurikulum pendidikan keperawatan dengan standar diploma, ners, ners spesialis dan ners konsultan
D. Meningkatkan kemampuan kompetensi perawat Indonesia agar mampu melaksanakan praktek mandiri dan mampu bekerja di area pasar global melalui pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi.
E. Melakukan persiapan dan advokasi dalam rangka pelaksanaan regulasi “satu desa satu perawat.”
F. Peningkatan kualifikasi perawat dengan memfasilitasi percepatan pendidikan pendidikan keperawatan :
1. SPK ke DIII Keperawatan
2. DIII Keperawatan ke S1 Ners
3. S1 Ners ke S2 Spesialis
Serta memfasilitasi perawat yang bekerja di institusi swasta untuk mendapatkan ijin belajar
G. Mengadakan pelatihan-pelatihan sesuai pengembangan keilmuan keperawatan sebagai wujud pendidikan berkelanjutan (seperti : PPGD, BTCLS, ICU, NICU, Siaga Bencana, Wound Care, Komplementer, magang perawat, dll)
H. Mengadakan seminar keperawatan minimal satu tahun sekali
I. Pengadaan publikasi keperawatan dalam bentuk bulletin/majalah di tingkat kabupaten setiap 6 bulan sekali.

III. BIDANG PELAYANAN
A. Pengadaan Surat Ijin Perawat (SIP), Surat Ijin Kerja (SIK) dan SIPP (Surat Ijin Praktek Perawat)
B. Pembentukan tim tanggap darurat penanggulangan bencana alam dan program desa siaga.
C. Melakukan penyempurnaan standarisasi profesi keperawatan, melalui :
1. Evaluasi standar profesi keperawatan
2. Sosialisasi standar profesi keperawatan kepada anggota
3. Pelaksanaan standar profesi keperawatan
D. Memfasilitasi model system pemberian pelayanan keperawatan professional (SP2KP) di berbagai tatanan pelayanan keperawatan (rumah sakit, komunitas dan praktek mandiri).
E. Pembentukan tim pelayanan Home Care.

IV. BIDANG PENGEMBANGAN, KERJASAMA DAN HUMAS
A. Sosialisasi peran, fungsi dan kewenangan perawat dalam praktek mandiri keperawatan dan Produk Hukum yang berhubungan dengan keperawatan
B. Identifikasi tenaga perawat Kabupaten Sukoharjo yang bekerja di perusahaam, pariwisata atau sekolah.
C. Upaya peningkatan kemampuan komunikasi, diplomasi, negosiasi dan public relation
D. Pencitraan perawat dimata masyarakat dan pemerintah.
E. Memfasilitasi magang bagi lulusan perawat di berbagai institusi pelayanan kesehatan
F. Kerjasama dengan istitusi pendidikan dalam pengembangan kurikulum, clinical instructor, program ners, magang lulusan dan sertifikasi perawat

V. BIDANG KESEJAHTERAAN
A. Mendukung pengadaan gedung secretariat PPNI Kabupaten Sukoharjo
B. Mensosialisasikan dan mendorong penerapan system remunerasi
C. Mendukung upaya sertifikasi
D. Mendukung pemberian tunjangan fungsional anggota sesuai jenjang pendidikan
E. Merintis terbentuknya badan usaha PPNI (koperasi, asuransi, pengadaan kegiatan komersial)
F. Penertiban iuran anggota dengan tagihan rutin dari bendahara PPNI
G. Meneruskan program santunan/dana social dan mensosialisasikan teknis alur pencairan dana
H. Penggalangan dana social dan insidentil
I. Laporan keuangan ke komisariat secara rutin (tiap semester atau tahun)
J. Bekerjasama dengan bidang organisasi dan hokum untuk memberikan advokasi kepada perawat (nursing by law)
K. Memfasilitasi pembuatan SIP sesuai program KNUKP dan Permenkes RI No 161/ tahun 2010

Dokumentasi Muskab PPNI Kabupaten Sukoharjo 2011

Berikut Foto Dokumentasi Muskab PPNI Kabupaten Sukoharjo pada Hari Sabtu 9 April 2011





Rekaman Musprov PPNI Jateng 2010

Berikut rangkaian foto kegiatan delegasi PPNI Kab Sukoharjo di Musyawarah PPNI Jawa Tengah di Tegal tahun 2010



Senin, 09 Mei 2011

Pidato Ilmiah Ketua PPNI Jawa Tengah

Pidato Ilmiah Ketua PPNI Jawa Tengah dalam rangka Pelantikan Pengurus PPNI Kabupaten Sukoharjo


KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KEPERAWATAN DAN LINGKUNGAN KERJA POSITIF DI JAWA TENGAH

Oleh : Ns. Edy Wuryanto, M.Kep.
Ketua PPNI Jawa Tengah.

1. Yang Terhormat Bupati Sukoharjo.
2. Yang Kami Hormati Ketua DPRD Kabupaten Sukoharjo.
3. Yang Kami Hormati Kepala Dinas Kesehatan dan seluruh Muspida Kabupaten Sukoharjo
4. Yang Kami Hormati Para Pimpinan Rumah Sakit, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi Kesehatan di Kabupaten Sukoharjo.
5. Yang Kami Hormati Ketua PPNI Kabupaten Sukoharjo dan Kabupaten Tetangga se Eks Karisidenan Surakarta.
6. Yang Kami Hormati Para Pengurus PPNI Sukoharjo, yang lama maupun yang baru terpilih/dilantik.
7. Para Tamu Undangan, warga perawat dan mahasiswa yang berbahagia.

Assalamu’alaikum wr.wb.
Selamat Pagi, dan
Salam Sejahtera.

Atas nama Pengurus PPNI Jawa Tengah, saya merasa bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Allah SWT sehingga dapat menghadiri dan memberikan Pidato Ilmiah dalam Pelantikan Pengurus PPNI Kabupaten Sukoharjo Periode 2010-1015.

Hadirin yang berbahagia,
Sebagai suatu profesi, sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia berasal dari Eropa Kontinental, khususnya Belanda. Pelayanan keperawatan di Belanda berakar dari pelayanan biarawati (suster) dalam pemberian pelayanan kemanusiaan. Pendidikan keperawatan tidak berkembang melalui Perguruan Tinggi tetapi Pendidikan di Gereja. Baru pada tahun 1970, profesi dan pendidikan keperawatan baru berkembang baik. Terlambat jauh bila dibandingkan dengan negara-negara Commonwealth. Di Inggris, sejak tahun 1869 Florence Neightingale telah mengembangkan keperawatan melalui universitas (university based), sehingga saat ini standar pendidikan dan pelayanan keperawatan di negara-negara Commonwealth sangat maju.

Doktrin keperawatan di Belanda ternyata sangat berpengaruh terhadap perkembangan pelayanan keperawatan di Indonesia dimana perawat didesain untuk membantu dokter sehingga perawat tidak membutuhkan jenis dan jenjang pendidikan tinggi keperawatan. Akibatnya, kita mengalami keterlambatan dalam pengembangan keperawatan dan pendidikan keperawatan. Padahal, Indonesia dikelilingi oleh negara-negara Commonwealth, Australia, Singapura, Malaysia, Filiphina dan India. Doktrin negara-negara Commonwealth mengakibatkan perkembangan profesi dan pendidikan keperawatan di negara-negara tersebut lebih maju dan berstandar internasional sehingga wajar bila Filiphina dan India menguasai pemenuhan kebutuhan perawat di negara-negara maju akibat krisis kekurangan tenaga perawat. Bagaimana dengan perawat Indonesia? hanya sebagian kecil dan tidak terregistrasi secara internasional. Oleh karena itu, secara umum daya saing pelayanan keperawatan dan sumber daya manusia (SDM) perawat Indonesia tergolong rendah.

Hadirin yang berbahagia,
Kondisi rendahnya daya saing keperawatan di berbagai hal menjadikan PPNI Jawa Tengah terus berusaha untuk membangun keperawatan di masa mendatang yang kokoh, maju dan setara dengan profesi lain. Oleh karena itu, PPNI Jawa Tengah menetapkan empat pilar penting yaitu, pertama, peningkatan kualitas praktek (quality practice); kedua, peningkatan kualitas SDM (quality graduate/nurse); ketiga, peningkatan kualitas pendidikan (quality education); dan keempat, penigkatan kualitas sistem (quality system).

Keempat pilar tersebut merupakan quality cascade, artinya kualitas praktek dipengaruhi oleh kualitas SDM. Kualitas SDM dipengaruhi oleh kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan dipengaruhi oleh kualitas sistem secara luas. Oleh karena itu, membangun keperawatan tidak dapat dilakukan sendiri oleh warga perawat dan organisasi PPNI, tetapi harus melibatkan Pemerintah, masyarakat dan stake holder yang lain.

Hadirin yang berbahagia,
Pilar pertama, Peningkatan Kualitas Praktek Perawat.
Praktek keperawatan merupakan inti dari eksistensi keperawatan karena profesionalisme keperawatan sangat tergantung pada baik buruknya pelayanan keperawatan. Tetapi berbagai masalah yang berhubungan dengan tenaga keperawatan dan pelayanan keperawatan dilaporkan oleh WHO (2006) adalah kekurangan jumlah perawat, ketidakpuasan kerja perawat dan buruknya lingkungan kerja perawat. Kekurangan jumlah perawat terjadi di banyak negara. Australia mengalami kekurangan perawat (Eley et al., 2007). Di Inggris, sepertiga perawat baru tidak melakukan registrasi yang dipersyaratkan untuk memperoleh lisensi kerja sehingga terjadi kekurangan perawat di tempat kerja (Baumann, 2007). Sedangkan di Indonesia, sampai tahun 2010 masih membutuhkan sekitar 276.049 perawat (Depkes, 2006). Kekurangan jumlah tersebut belum bisa dipenuhi sehingga banyak rumah sakit di Indonesia mengeluhkan beban kerja perawat yang tinggi sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan keperawatan.

Hadirin yang berbahagia,
Ketidakpuasan kerja perawat ditemukan data bahwa lebih dari 40% perawat mengalami ketidakpuasan kerja dan 33% perawat berumur kurang dari 30 tahun bermaksud keluar dari pekerjaan mereka (Aitken et al., 2001 dalam Patricia, 2002). Di Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman menunjukkan bahwa 41% perawat di rumah sakit mengalami ketidakpuasan dengan pekerjaannya dan 22% diantaranya merencanakan meninggalkan pekerjaannya dalam satu tahun (Baumann, 2007). Penelitian di Indonesia oleh Setyawan (2002) menemukan bahwa kebanyakan perawat berada di kepuasan kerja rendah, Ningtyas (2002) 55,8% perawat di rumah sakit pemerintah mengalami kepuasan kerja rendah, dan Wuryanto (2010) 47,1% perawat mengalami kurang puas dalam bekerja. Padahal ketika perawat memperoleh kepuasan dalam bekerja maka perawat tersebut akan berusaha semaksimal mungkin dengan segala kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik (Azis, 2001).

Hadirin yang berbahagia,
Salah satu penyebab utama kurangnya kepuasan kerja perawat adalah buruknya lingkungan kerja perawat yang berpengaruh terhadap kualitas praktek perawat. Lingkungan kerja positif mampu mempengaruhi, mendorong dan memberikan motivasi bagi perawat untuk bekerja secara optimal sesuai dengan standar profesinya sehingga tercapai kepuasan dalam bekerja. Saat ini, International Council of Nursing (ICN) mendorong seluruh pelayanan keperawatan agar lebih memperhatikan lingkungan kerja perawat, khususnya dalam hal : 1) kualitas kepemimpinan keperawatan; 2) struktur organisasi; 3) kualitas manajemen; 4) program dan kebijakan ketenagaan; 5) pengembangan profesional perawat; 6) model asuhan keperawatan profesional; 7) otonomi keperawatan; 8) hubungan interdisiplin profesi kesehatan; dan 9) sarana dan peralatan yang mencukupi (ANCC, 2008).

Hadirin yang berbahagia,
Pentingnya lingkungan kerja yang positif dalam peningkatan kualitas pelayanan keperawatan menginspirasi PPNI Jawa Tengah mengangkat tema “Positive Practice Environment” dalam Peringatan International Nurses Day, 12 Mei 2011. PPNI Jawa Tengah mengkampanyekan, pertama, Perbaikan Kualitas Kepemimpinan. Kepala keperawatan diharapkan menggunakan kepemimpinan transformasional dalam menjamin lingkungan lingkungan kerja positif, yaitu seorang pemimpin yang berpengetahuan luas, memiliki pengembangan visi dan filosofi yang kuat, mengembangkan perencanaan strategik, memiliki posisi strategis dalam organisasi dan menggunakan model praktek profesional. Kepala keperawatan harus mampu menyampaikan harapan-harapan, mengembangkan kepemimpinan dan menyusun organisasi untuk memenuhi kebutuhan saat ini dan yang akan datang, serta menyampaikan keinginan kuat untuk membantu kepentingan perawat dan pasien.

Kedua, Struktur Organisasi. Lingkungan organisasi pelayanan kesehatan harus lebih melibatkan perawat dalam pengaturan diri (self goverment), struktur pengambilan keputusan, proses penentuan standar praktek dan masalah-masalah keperawatan. Seluruh pimpinan keperawatan harus menjalankan fungsi konsil atau komite keperawatan dan melaksanakan tugas untuk meningkatkan pelayanan keperawatan prima (excellent in patient service) dan kemanan, efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan di organisasi. Oleh karena itu, struktur organisasi harus didesain yang menekankan desentralisasi, fleksibel dan pengaturan diri yang mampu meningkatkan kepuasan kerja perawat.

Ketiga, Kualitas Manajemen, organisasi keperawatan diharapkan menggunakan gaya manajemen partisipasif dengan melibatkan umpan balik dari seluruh staf keperawatan, manajemen harus mendorong seluruh staf perawat untuk memberikan umpan balik dan masukan sehingga pelayanan keperawatan dapat diterima dan meningkatkan komunikasi.

Hadirin yang berbahagia,
Keempat, Program dan Kebijakan Ketenagaan. Program dan kebijakan ketenagaan yang diterapkan oleh organisasi pelayanan kesehatan harus meningkatkan kepuasan perawat dan dapat diterapkan pada tingkat individu dan organisasi. Program dan kebijakan tersebut menyangkut gaji perawat, beban kerja dan rotasi kerja, model ketenagaan serta adanya peluang promosi. Pada tingkat individu, perawat harus memperoleh gaji yang cukup dan kompetitif untuk pengembangan kehidupan profesional mereka. Beban kerja disesuaikan dengan jumlah dan tingkat ketergantungan pasien sehingga memungkinkan memberikan pelayanan sesuai standar kompetensi dan profesi keperawatan. Rotasi kerja shift pagi, sore dan malam hari juga harus sesuai dengan standar pengaturan jadwal sehingga perawat memiliki waktu yang cukup untuk istirahat dan pemeliharaan kesehatan mereka.

Kelima, Pengembangan Profesional Perawat. Organisasi pelayanan keperawatan harus serius dalam mengembangkan program pembelajaran seumur hidup, pengembangan peran dan jenjang karier perawat dan pemberian tunjangan fungsional (jasa pelayanan) perawat sesuai dengan jenjang kariernya. Setiap pelayanan kesehatan, khususnya rumah sakit harus mulai menerapkan sistem jenjang karier yang telah ditetapkan oleh PPNI dan Pemerintah. Masing-masing jenjang karier mulai dari perawat pemula (beginner) sampai perawat ahli (expert) harus diikuti dengan pelatihan dan uji kompetensi. Dengan demikian terdapat jaminan kepastian karier perawat dan sistim penghargaan (reward system) antara perawat pemula dan senior.

Hadirin yang berbahagia,
Keenam, Model Asuhan Keperawatan. Tujuan utama pelayanan keperawatan adalah pemberian asuhan keperawatan yang berkualitas dengan biaya yang efisien (low-cost care), peningkatan hasil dan kepuasan pasien. Tujuan tersebut dapat dicapai bila model asuhan keperawatan yang digunakan sesuai dengan proses dan struktur organisasi pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, keperawatan harus melakukan terobosan-terobosan baru dalam pengembangan sistim asuhan dan manajemen keperawatan.

Ketujuh, Otonomi Keperawatan. Perawat harus memiliki kebebasan, inisiatif dan kemandirian yang berhubungan dengan pekerjaannya secara penuh dalam melaksanakan aktifitas rutin. Perawat diharapkan praktek secara otonom, konsisten dengan standar profesional, menggunakan keputusan independen dalam pendekatan tim multidisiplin.

Kedelapan, Hubungan Interdisiplin Profesi Kesehatan. Masalah hubungan interdisiplin, khususnya dengan dokter disebabkan oleh berbagai faktor seperti perbedaan jenis kelamin, status sosial ekonomi, kurangnya pengertian dan simpati, serta perselisihan saat perawat berusaha meningkatkan tanggung jawab profesionalnya (Nili, 2007). Dalam lingkungan kerja positif, perawat harus memiliki hubungan interdisiplin yang positif, saling menghormati diantara semua disiplin ilmu dan profesi kesehatan. Hubungan perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain merupakan hubungan kolektif di tempat kerja yang mempengaruhi konflik hubungan interpersonal dan kepuasan kerja.

Kesembilan, Sarana dan Peralatan. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi keperawatan membutuhkan sarana dan peralatan yang cukup. Tidak dibernarkan perawat bekerja dengan peralatan sederhana dalam jumlah yang terbatas sehingga menyulitkan pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Keterbatasan alat-alat seperti pispot, alat-alat memandikan dan mencuci rambut mengakibatkan kebutuhan mandi, keramas pasien terabaikan. Padahal kebutuhan dana untuk peralatan keperawatan tidak semahal peralatan kedokteran. Oleh karena itu, kesadaran manajemen organisasi pelayanan kesehatan sangat penting untuk memenuhi standar sarana dan peralatan keperawatan sehingga mendukung perawat melakukan pekerjaan sesuai dengan standar profesi.

Hadirin yang berbahagia,
Pilar Kedua, Peningkatan kualitas SDM.
Kualitas praktek perawat sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM Keperawatan. Sumber daya manusia keperawatan merupakan faktor terpenting dalam pelayanan kesehatan, karena di hampir setiap negara, hingga 80% pelayanan kesehatan diberikan oleh perawat (Baumann, 2007). Swansburg (2000) mengatakan bahwa 40%-60% sumber daya manusia di rumah sakit adalah tenaga keperawatan. Menurut Depkes RI, (2006) sebanyak 40% pemberi pelayanan kesehatan di Indonesia adalah tenaga keperawatan. Oleh karena itu pelayanan keperawatan merupakan indikator baik buruknya kualitas pelayanan rumah sakit (Alkatiri, 1999; Aditama, 2002).

Sebagai pemberi pelayanan kesehatan terbesar, keperawatan di Indonesia sedang fokus pada pengembangan kualitas SDM Keperawatan menuju tatanan perawat sebagai profesi. Perawat sebagai profesi membutuhkan pendidikan dasar yaitu pendidikan akademik profesional, seperti pendidikan dokter, dokter gigi, apoteker bahkan profesi guru/dosen. Namun demikian kondisi saat ini sebagian besar perawat adalah perawat vokasional. Hasil penelitian Wuryanto (2010) menemukan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan perawat di Rumah Sakit Pemerintah adalah DIII Keperawatan (84,9%), S1 Keperawatan (9,8%) dan Ners (5,3%).

Kondisi tersebut membutuhkan perjuangan berat untuk meningkatkan kualifikasi akademik perawat agar setara dengan profesi lain. PPNI Jawa Tengah mengangkat masalah kualitas SDM Keperawatan sebagai issue utama dalam membangun keperawatan sehingga diharapkan pada tahun 2015 sebagian besar perawat adalah Ners. Oleh karena itu, sebagian besar perawat masih harus melanjutkan ke jenjang Ners dan Spesialis atau Konsultan.

Hadirin yang berbahagia,
Pilar Ketiga, Peningkatan Kualitas Pendidikan
Di Indonesia terdapat terdapat 1.012 Program Studi Keperawatan, terdiri 700 Diploma III, 306 Ners, 5 Magister dan Spesialis serta 1 Program Doktoral. Setiap tahun meluluskan sekitar 40.000 perawat baru. Di Jawa Tengah, terdapat sekitar 40 Institusi DIII Keperawatan dan 25 Pendidikan Ners. Total sekitar 65 Perguruan Tinggi Keperawatan. Dari sisi kuantitas, jumlah tersebut sangat membanggakan karena menunjukkan minat masyarakat yang sangat tinggi terhadap pendidikan keperawatan. Hampir setiap Kabupaten/Kota memiliki Perguruan Tinggi Keperawatan. Tetapi dari sisi kualitas, kondisi tersebut sangat mengkawatirkan karena beberapa alasan. Pertama, Indikator Akreditasi BAN-PT. Sebagian besar belum terakreditasi BAN-PT, sebagian kecil yang telah terakreditasi. Dari yang terakreditasi sebagian besar terakreditasi C, sebagian kecil terakreditasi B dan belum ada yang terakreditasi A. Padahal Akreditasi merupakan wajah baik buruknya perguruan tinggi. Bahkan, pada tahun 2012 pemerintah telah melarang perguruan tinggi yang tidak terakreditasi mengeluarkan ijazah.
Kedua, Indikator Kualitas Dosen. Data dari Asosiasi Perguruan Tinggi Kesehatan Swasta Indonesia pada akhir 2010 menunjukkan bahwa sebagian besar dosen berpendidikan sarjana (81%) dan diploma (5%), sebagian kecil magister (14%) dan belum ada yang doktor. Padahal UU Guru dan dosen telah menuntut maksimal 2012 seluruh dosen harus magister. Disisi lain, karier dosen yang menunjukkan karya dalam Tri Darma Perguruan Tinggi adalah sebagian besar belum memiliki jabatan fungsional (88%), sebagian kecil asisten ahli (11%) dan lektor (1%). Belum ada yang lektor kepala, apalagi guru besar. Hal ini menunjukkan bagaimana kualitas dosen dalam mengawal mutu PT.
Oleh karena itu, PPNI Jawa Tengah menetapkan bahwa pada Tahun 2012 seluruh Perguruan Tinggi Keperawatan harus terakreditasi BAN-PT dan pada Tahun 2015 seluruh dosen harus magister dan doktoral. Dengan demikian mutu perguruan tinggi dan kualitas lulusannya meningkat.

Hadirin yang berbahagia,
Pilar Ketiga adalah Peningkatan Kualitas Sistem.
Peningkatan kualitas praktek, kualitas sumber daya manusia dan kualitas pendidikan harus didukung oleh sistem yang baik. Peran Pemerintah, Pimpinan Perguruan Tinggi, Masyarakat dan organisasi profesi sangat penting dalam mendukung pengembangan keperawatan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, kerjasama yang baik antara stake holder keperawatan dan peran PPNI sangat strategis dalam posisi tersebut.

Mengakhiri pidato ini, Segenap Pengurus PPNI Jawa Tengah mengucapkan Selamat kepada Ketua dan Pengurus PPNI Kabupaten Sukoharjo, semoga menjadi pemimpin yang amanah dan bertanggung jawab serta membawa kemajuan bagi perkembangan keperawatan di Kabupaten Sukoharjo.

Wassalamu’alaikum wr.wb.


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adam A., & Bond S., (2000). Hospital nurses’s job satisfaction, individual and organizatonal characteristics. Journal of Advanced Nursing, 32(3), 536-543.
Adams E., and Kennedy A., (2006). Positive Practice Environment, Key Considerations for The Development of a Framework to Support The Integration of International Nurses, http://www.icn.ch/matters_ppe.htm 24 Januari 2010, jam 08.00.
Aiken L.H., Havens D.S., & Sloane D.M., (2000). (Aiken L.H., Havens D.S., & Sloane D.M., 2000). The magnet nursing services recognition program: A comaration of two groups of magnet hospitals. American Journal of Nursing, 100(3), 26-36.
Aiken L.H., Sloane D.M., & Lake E.T., Sochaski J., & Weber A.L., (1999). Organization and outcomes of inpatient AIDS care, Medical Care, 37(8), 760-772.
Aiken L.H., Sloane D.M., Kloncinski J.L., (1997). Hospital nurses’occupational exposure to blood: prospective, retrospective, and institutional report. American Journal of Public Health, 87, 103-107.
Aiken L.H., Smith, H.L., & Lake, E.T. (1994). Lower Medicare mortality among a set of hospitals known for good nursing care. Medical Care, 32(8), 771-787.
Aiken, Clarke, Sloane, Sochalski & Silber (2002). Hospital Stafing, Organizatioal Support & quality of care : cross-national finding. International Journal for Quality in Health Care, 14(1), 5-13.
Alkatiri S., (1999), Manajemen dan Akutansi Rumah Sakit, Jakarta: PT Sinar Bahagia.
American Nurses Credentialing Center (ANCC) (2008), Aplication Manual Magnet Recognition Program: Georgia.
Baumann A. (2007), Positive Practice Environment: Quality Workplaces = Quality Patient Care, International Council of Nurses, http://www.icn.ch/matters_ppe.htm 24 Januari 2010, jam 08.00.
College of Registered Nurses of British Columbia (CRNB), Guidelines for A Quality Practice Environment for Nurses in British Columbia, https://www.crnbc.ca/downloads/409.pdf, 24 Januari 2010, jam 08.00.
Cortese CG. (2007) Job Satisfaction of Italian Nurses: An Explanatory Study, Journal of Nursing Management 15, 303-312.
Curtis E.A. (2007) Job Satisfaction: A Survei of Nurses in the Republic of Ireland. International Nursing Review 54, 92-99.
Eley R. Buikstra E., Plank A., Hegney D., and Parker V. (2007) Tenure, Mobility and Retention of Nurses in Queensland, Australia: 2001 and 2004, Journal of Nursing Management 15, 285-293.
Gillies, D.A, (1996). Nursing Management A System Approach 3ed. Phyladelphia: WB Saunders Company.
Havens D.S., & Aiken, L.H. (1999). Shaping systems to promote desired outcomes: The magnet hospital model. JONA, 29(2), 14-20.
Havens D.S., (2001). Comparing nursing infrastructure and outcome: ANCC magnet and nonmagnet CNEs report. Nursing Economic, 19(6), 258-266.
Nili T (2007), Relationship between how nurses resolve their conflicts with doctors, their stress and job satisfaction, Journal of Nursing Management, 15, 321-331.
Ningtyas (2002). Studi Komparatif Hubungan Iklim Kerja dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Rumah Sakit Pemerintah dan Rumah Sakit Non Pemerintah di Mojokerto Jawa Timur 2002. Tesis Pasca Sarjana FIK UI, tidak dpublikasikan.
Setyawan (2002), Hubungan Model Penatalaksanaan Konflik oleh Kepala Ruangan yang Dipersepsikan Perawat Pelasana dengan Kepuasan Kerja Perawat Pelaksana di Instalasi Rawat Inap Unit Swadaya Daerah Rumah Sakit Cibatat Cimahi Tahun 2002. Tesis Pasca Sarjana FIK UI, tidak dpublikasikan.
Swansburg, R,C. & Swanburg R.J. (2000). Introductory Management and Leadership for Nurses (2ed edition). Toronto: Jones and Bartlett Publisher.
WHO (2002), Strategic Direction for Strengthening Nursing and Midwefery Sevices, Genewa: WHO.

Kamis, 28 April 2011

SUSUNAN PENGURUS PPNI KAB. SUKOHARJO Tahun 2011-2015

DEWAN PERTIMBANGAN

Ketua : Sumpono, SKM, MM
Wakil Ketua : Rivai Ahmad Waluyo, SKM

Sekretaris : Purnami Setyaningsih, BSc

Anggota :
1. H.M. Roeri
2. H. Rosidun
3. Ing. Bakir
4. H. Sri Winoto
5. H. Sutarno
6. Sarjono, SKM
7. R. Widiyanto, SKM
8. Hartati, SKM

PENGURUS PPNI KABUPATEN SUKOHARJO

Ketua : Mardiyo, SKM
Wakil Ketua I : Romanus Beny, SKM, MSi
Wakil Ketua II : Sulastri, SKp., M.Kes

Sekretaris : Agus Setyawan, SKp
Sekretaris I : Kardiono, SKM
Sekretaris II : Kartinah, S.Kep

Bendahara : Rohyati, SKM
Bendahara I : Sudartik, S.Kep
Bendahara II : Desak Made Indrawati, S.Kep

Divisi-Divisi
A. Divisi Organisasi, Hukum dan Pemberdayaan Politik
Ketua : Sri Enawati, SKp., M.Kes
Anggota : Haryanto, SKM
Agus Budi Sanyoto, S.Kep

B. Divisi Pendidikan dan Latihan
Ketua : Winarsih Dwi Ambarwati, S.Kep., Ns. ETN, M.Kep
Anggota : Heru Puji Hastono, S.Kep
Surono, S.Kep

C. Divisi Pelayanan
Ketua : Erwin Setyo Budi, AMdKep
Anggota : Harjanto Suko Raharjo, SKM
Sunarno, S.Kep

D. Divisi Pengembangan, Kerjasama Dalam dan Luar Negeri
Ketua : Joko Sunyoto, S.Kep
Anggota : Agus Sudaryanto, S.Kep, Ns., M.Kes
Sri Sudarmi, AMK

E. Divisi Kesejahteraan
Ketua : Sri Mardiningsih, S.Kep
Anggota : Budi Kristanto, S.Kep
Setyadi, S.Kep

KETUA PENGURUS KOMISARIAT
1. Komkisariat Sukoharjo : Haryanto, SKM
2. Komisariat Kartasura : H.M. Fanani, SKM
3. Komisariat Bekonang : Slamet Purwanto, S.Kep
4. Komisariat RSUD Sukoharjo : Mudasir, S.Kep
5. Komisariat RSOP Prof Soeharso : Nur Ma'arif, S.Kep., Akp
6. Komisariat RS dr Oen Solo Baru : Maria Dwi Ariani, S.Kep., Ns
7. Komisariat RSI Yarsis Solo : Heru Puji Hastono, S.Kep
8. Komisariat UMS Surakarta : Abi Muhlisin, SKM, M.Kep
9. Komisariat RS Nirmalasuri : Sri Sudarmi, AMK
10. Komisariat RSKU Karima Utama : Hadiyono, AMK

Sabtu, 12 Maret 2011

International Nurse Day 2011

BE POSSITIVE NURSE

Kata indah penuh makna dan kritik yang disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Jawa tengah saat membuka Musprop PPNI VIII di Tegal, beliau mengatakan “bahwa perkembangan perawat saat ini boleh dikatakan sangat dahsyat, dalam arti keilmuan dan tingkat pendidikan, namun demikian beliau sangat menyayangkan bahwa perkembangan yang baik tersebut ternyata tidak diimbangi dengan sikap professional perawat”, Image yang beredar selama ini perawat hanya menjalankan order dokter, sehingga manakala terjadi perubahan kondisi pada pasien kita tidak tahu apa yang harus dilakukan, seharusnya itu tak boleh terjadi. Masih banyak kita jumpai pasien yang mengeluhkan tentang sikap perawat yang kurang ramah, cuek, acuh tak acuh atau bila diterjemahkan dalam bahasa kita kurang care terhadap pasien.

Ya, kita harus malu, karena itu kenyataannya, bukan malu untuk mengakuinya, tetapi harus malu karena kita adalah perawat. Siapa yang akan membangun citra diri perawat kalau bukan perawat itu sendiri. Bagaimana kita mengharapkan orang (profesi lain) menghargai kita jika kita tidak menghargai diri kita sendiri. Dari segi ilmu keperawatan dan tingkat pendidikan yang berkembang pesat kita boleh bangga, tapi dari sisi professional adakah yang bias kita banggakan …??? Mari kita tanya hati kita masing- masing, apakah sikap kita, tindakan kita, perasaan kita, sudahkah mencerminkan profesi kita …??

Sebenarnya “core problem”, akar masalahnya adalah diri kita sendiri, sekarang bagaimana menumbuhkan kesadaran diri “awareness” sebagai seorang perawat, ini adalah “PR” kita bersama. Agar kita cinta perawat. Agar kita bangga terhadap profesi kita. Apabila teman- teman di puskesmas merasa bangga karena dipanggil sebagai dokter, yang notabene bukan diri (profesi) kita seharusnya kita merasa malu, malu kepada diri kita sendiri. apabila pelayanan yang kit berikan baik, service kita memuaskan, ini harus menjadi kebanggaan untuk kita, dan inilah figur seorang perawat.

Bagaimana memandang diri kita lebih baik dan lebih positif. Langkah pertama adalah merubah mindset (pola pikir) kita, jika selama ini yang kita harap adalah apa yang bisa kita dapat dari profesi kita, mulai saat ini kita harus merubahnya, “bukan apa yang bisa kita dapat, tapi apa yang bisa kita perbuat”. Slogan ini yang harus kita kobarkan dalam hati kita. Siapa yang akan membangun profesi kita bila bukan kita sendiri. Langkah kedua adalah membangun gerakan cinta perawat, gerakan cinta dari ‘pelaku’nya (perawat) bukan dari orang lain. Mustahil kita dapat memberikan yang terbaik, kepada profesi kita, kepada penerima jasa pelayanan kita (pasien/masyarakat) tanpa ada unsur cinta didalamnya. Gerakan cinta perawat ini yang harus selalu kita gelorakan. Tunjukkan lewat karya terbaik kita. Mari kita membangun idealisme yang tinggi untuk bersama- sama keluar dan bangkit dari senja goresan cakrawala dunia keperawatan yang nampak suram.

Bila kita mengharapkan sebuah perubahan, kita harus merubah dari diri kita sendiri, jangan kita menjadi kelompok “passivasionis” yang mau sesuatu tetapi tanpa melakukan apa-apa atau kelompok “NATO” (Not Action Talk Only), kita harus bertanggung jawab untuk bersama-sama membangun profesi kita. “… jika ada sebuah pekerjaan yang menempatkan diri kita di bibir jurang surga, maka profesi itu salah satunya adalah perawat”. Perawat adalah profesi mulia.

Mari teman-teman, mari kawan- kawan, sahabat- sahabat perawatku, kita bersama- ama membangun diri (profesi) kita, menampilkan ‘wajah’ kita yang sesungguhnya. Siapapun diri kita saat ini, sehebat apapun kita, kita adalah perawat. Banggalah menjadi seorang perawat dan teriakkan ….. “BE POSSITVE NURSE” …..!!! Sematkan itu di dalam hati kita, fikiran kita, dan jiwa kita. Ingat kita akan perjuangan seorang Florence Nightingale, kibarkan semangatnya, sifatnya yang humanis, ketabahan, kekuatan, dan keuletannya dalam mengembangkan dunia keperawatan haruslah menjadi teladan perawat- perawat masa kini. Kesabaran, kesederhanaan, keikhlasan dalam melayani para pasien adalah hal- hal yang harus kita contoh dari seorang Florence Nightingale. Care-nya pada semua pasien, empati, perjuangan, dan totalitasnya dalam pelayanan merupakan hal- hal yang merupakan panutan bagi semua perawat. Florence Nightingale merupakan sosok yang mampu menginspirasi perawat untuk mengangkat harkat dan martabat profesi keperawatan.

Menjadi ~ “Be Possitive Nurse” untuk membangun kesadaran diri ~ “Nurse Awareness” menuju ~ “Possitive Practice Nurse” ”Best practice nurse”
Ingat 3M, Mulai saat ini, Mulai dari diri sendiri dan Mulai bertindak.
Selamat berkarya sahabat – sahabatku, persembahkan karya terbaik kita, and ……. “Be a Spectacular Nurse” …. !!!

Salam,
“MAJU BERSAMA SUKSES BERSAMA”

by ppni dinas kesehatan semarang

Jumat, 25 Februari 2011

Menatap Ke Depan

Tahun ini adalah tahun yang menjadi momentum dalam organisasi kita. 
Tantangan tahun-tahun yang akan datang semakin banyak dan kompleks.
Perjuangan belum usai. 

Mari tatap masa depan dengan optimisme yang baru tiap waktu.
Semangat! Maju Bersama Sukses Bersama ...

Oleh : Agus Setyawan, SKp (agsety_skp@yahoo.co.id)

ICN on WHPA Webinar

ICN berkontribusi pada webinar World Health Professions Alliance - WHPA tentang penanganan #ResistansiAntimikrobial (#AMR) di dunia yang ter...